Senin, 17 Desember 2007

Unjuk Gigi Pembuat Robot

Singkirkan pikiran bahwa robot sekadar mainan untuk anak kecil. Di Kompetisi Robot Indonesia (KRI)/Kompetisi Robot Cerdas Indonesia (KRCI), robot-robot buatan mahasiswa diadu dan memukau penonton tua dan muda. Selain menarik sebagai hiburan, muncul harapan semakin berkembangnya teknologi robotika di tanah air lewat kreasi generasi muda.

KRI/KRCI 2007 baru saja digelar di Graha Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), Surabaya, 9-10 Juni 2007 lalu. Tahun ini pesertanya semakin banyak. Ada 80 perguruan tinggi (PT) se-Indonesia yang mengajukan 138 proposal KRI dan 205 proposal KRCI. Itu peningkatan yang cukup signifikan jika dibandingkan tahun sebeumnya yang diikuti oleh 56 institusi (150 proposal KRI/90 proposal KRCI). Lalu siapa yang jadi pemenangnya? Simak dulu ceritanya berikut ini!

Graha ITS pada hari pembukaan, Sabtu (9/6), pemandangan membludaknya penonton tersaji di depan mata. Tiket berjumlah 1.000 lembar sold out dalam waktu kurang dari setengah jam. Mereka yang tidak kebagian tiket harus puas menonton lewat televisi yang disediakan panitia di luar area Graha ITS.

Di dalam ruangan, suasana tidak kalah panas. “Maju”, atau “Bantai!” kerap terdengar dari arah tempat duduk para suporter yang memberikan dukungan pada tim unggulannya. Teriakan-teriakan itu ditimpali bunyi genderang bertalu-talu. Dung… dung… dung…. Atribut spanduk di sekeliling lapangan hingga bendera almamater yang berkibar-kibar semakin menyemarakkan suasana. Kalau tak melihat robot yang sedang mengadu keterampilan di lapangan, mungkin orang akan menyangka suasana itu adalah pertandingan olahraga antarkampus.

Dalam pertandingan itu, masing-masing robot beradu cepat memasukkan pearl–istilah untuk cylinder blocks berdiameter 36 cm–ke dalam tonggak besi (yang berarti pulau). Tim yang paling banyak meletakkan pearl di pulau-pulau dalam lapangan berbentuk seperti sarang laba-laba, apalagi meraih bentuk victory, akan menjadi pemenang. Robot-robot yang terdiri dari satu robot manual dan maksimum tiga robot otomatis itu harus diprogram sedemikian rupa sehingga mereka mampu bekerja sama dan menyukseskan misi.

Penemuan dan penguasaan pulau itu adalah representasi tema KRI tahun ini, yaitu “Pencarian Pulau Komodo”, yang diselaraskan dengan tema kompetisi ABU Robocon 2007 tingkat Asia Pasifik di Vietnam, Agustus mendatang, yaitu “Halong Bay Discovery”.

Sebanyak 40 finalis KRI lolos seleksi bertanding dengan bersistem setengah kompetisi. Tiap pertandingan berdurasi tiga menit. Pertandingan semakin menarik ketika menginjak babak perdelapan final sampai kemudian invasi arek Surabaya terjadi di perempat final lewat kehadiran F4LCON (ITS), Q-Numb On (PENS-ITS), G-Rush (PENS-ITS), dan L4GE (Universitas Bhayangkara Surabaya).

Laga paling seru saat final berlangsung Minggu (10/6) siang. All PENS’s final antara G-Rush dan Q-Numb On memang sudah diprediksi sejak awal karena kedua robot tersebut memang tanguh. Ketika waktu habis dan skor 8-2 untuk kemenangan G-Rush, Firdaus, pengendali (driver) robot manual G-Rush, langsung menggelar sajadah dan melakukan sujud syukur di tengah lapangan.

Tim G-Rush tampil mengundang riuh tepuk tangan penonton. Antara driver dan robot manual kompak berjalan dengan kecepatan tinggi dan stabil mengambil pearl dan meletakkannya di pulau terluar. Ketika lawan menumpuk pearl lain di atasnya, robot manual G-Rush bahkan mampu memutar cakram untuk membaliknya. Sementara robot otomatis di lingkaran dalam, bekerja dengan baik mendeteksi pearl warna yang diharuskan, dan aktif bergerak meletakkannya di pulau terdalam (bagian victory).

Sensor warna itulah yang dipuji oleh Endra Pitowarno, ketua tim juri KRI 2007. “Dengan sensor warna itu, G-Rush bisa membedakan pearl miliknya dan bukan,” katanya pada Kampus. Untuk hal itu, G-Rush juga diganjar dengan tim dengan IT terbaik serta skor tertinggi. Lagi-lagi mahkota juara kembali digenggam oleh Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) untuk kesembilan kalinya, sekaligus meraih tiket maju ke ABU Robocon 2007.

Berbeda dengan KRI, KRCI mengacu pada Fire Fighting Robot Contest di Trinity College, AS. Dalam KRCI, pertandingan terbagi dalam empat divisi. Masing-masing divisi senior beroda, senior berkaki, expert single robot, dan expert swarm. Untuk KRCI tiap laga robot berdurasi 5 hingga 6 menit, di antaranya robot ditugaskan untuk mematikan api lilin yang diletakkan di ruangan secara acak sampai pada menemukan boneka.

Di sini, sensor-sensor semacam inframerah dan ultraviolet berperan besar untuk mendeteksi api. Ambil contoh, robot Ababil dari Universitas Brawijaya Malang mampu mendeteksi api dalam waktu kira-kira 12 detik, kemudian kipas yang dipasang meniupkan angin dan memadamkan api lilin dalam sekejap. Untuk keberhasilannya dalam tiga kali trial run, Ababil mendapat juara I untuk kategori senior beroda.

Minat robotika meningkat

Demi terciptanya robot yang bisa beraksi maksimal, beberapa peserta sudah mempersiapkan diri sejak akhir 2006. Sebab, kalau-kalau sang robot sampai tak mampu membuat satu poin pun, bisa-bisa martabat almamater ikut jatuh. Para mahasiswa yang kebanyakan berasal dari elektro, mesin, komputer, dsb., itu mulai sering ngendon di lab untuk ngulik sensor, motor, desain, dsb., mana yang pas. Tim dari Unikom adalah salah satu yang sering ngoprek sampai memutuskan memakai motor yang berasal dari mainan anak-anak, juga beberapa barang bekas, yang kemudian mengantarkan mereka menjadi juara. “Limbah yang diberi ‘kosmetik’,” kata Yusrilla Kerlooza, pembimbingnya seraya terkekeh.

Semua tim yang lolos tahap seleksi proposal mendapatkan dana operasional sejumlah Rp 4 juta per tim. Dana yang relatif tidak mencukupi itu membuat PT mendukung setiap wakilnya dengan tambahan dana. Puluhan juta digelontorkan demi usaha meraih kebanggaan masuk putaran final. ”Ada beban juga sih,” kata Aca, dari tim Predator ITB dalam divisi ekspert, yang berhasil meraih juara 2.

Menurut Menkominfo Muhammad Nuh, setidaknya ada enam manfaat yang bisa ditarik dari keikutsertaan mahasiswa di ajang ini. Pertama, peserta dituntut untuk mengenal persoalan dengan baik, yang tercermin dari aturan-aturan yang diberikan oleh panitia. Kedua, peserta dituntut untuk bisa merancang desain dari persoalan yang diketahuinya. Ketiga, kata Nuh, bagaimana para peserta bisa membuat rancangan desainnya menjadi kenyataan. Keempat, mengatur strategi dengan baik untuk bisa memenangkan pertandingan. Nilai kelima yaitu entertainment, dan keenam, nilai sportivitas dari para peserta.

Menurut Endra, kegiatan KRI/KRCI selain menarik sebagai hiburan, namun di balik itu juga terlihat potensi teknologi robotika di tanah air. Dibandingkan KRI pertama kali tahun 1993 yang hanya diikuti enam institusi, KRI/KRCI tahun ini mencerminkan minat robotika yang semakin meningkat. “Kualitas rata-rata peserta juga meningkat. Robot otomatis kebanyakan sudah bisa jalan. Kalau tahun lalu, kebanyakan masih manual saja,” kata Endra.

Menurutnya, seiring perhatian dari berbagai pihak semakin baik, maka mimpi kita membuat robot canggih jangan sampai sirna. “Robot-robot yang diciptakan mahasiswa-mahasiswa di ajang ini, bisa jadi bukti bahwa kita punya SDM berkualitas baik,” katanya.

Terkait dengan makin banyaknya peserta dari tahun ke tahun, Nuh mengatakan, rencana pemerintah untuk makin sering melakukan pelatihan-pelatihan robotika di daerah-derah yang akan dijadikan zonasi kontes. “Pemenang di masing-masing zona itu nantinya bisa dikirim ke tingkat nasional, dan gairah robotika semakin hidup,” katanya.***

——————————————————————————————-

Tidak ada komentar: