Jumat, 21 September 2007

Pengembangan Sistem Informasi

Pengembangan Sistem Informasi Spasial Database Iklim Nasional
Cetak halaman ini Kirim halaman ini ke teman via E-mail
Kamis, 07 Desember 2006

Peningkatan apresiasi masyarakat terhadap iklim semakin tinggi maka ketersediaan data iklim baik secara global, regional, maupun lokal sangat diperlukan. Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi sebagai salah satu institusi di bawah Departemen Pertanian memiliki mandat untuk mengembangkan database sumberdaya iklim untuk kebutuhan pertanian nasional.

Permasalahan utama yang dihadapi dalam proses pengembangan database iklim ini terutama berkaitan dengan format dan struktur data yang belum standar. Akibatnya data tersebut tidak mudah diupdate dan diakses.

Permasalahan tersebut di atas menjadi masukan utama di dalam penelitian Pengembangan Sistem Informasi Spasial Database Iklim Nasional. Sistem tersebut menggabungkan data tabular (data iklim, infomasi stasiun iklim) dan spasial (peta administrasi) dengan menggunakan teknologi pemrograman yang dapat mendisain sistem database menurut kebutuhan pengguna misalnya: (a) menampilkan data dan informasi iklim secara cepat berdasarkan pilihan jenis parameter, periode waktu, dan lokasi stasiun yang diinginkan, (b) menampilkan distribusi stasiun pengamat iklim/curah hujan, (c) mengolah data iklim ke beberapa satuan waktu seperti data dasarian, bulanan, dan tahunan, dan (d) menampilkan hasil olahan tersebut dalam beberapa kemasan baik secara display di monitor komputer secara tabular ataupun histogram, printout, dan file.

Proses penyusunan sistem database iklim nasional meliputi dua tahapan utama yaitu: Pengembangan prototipe sistem database iklim nasional, dan Pengembangan database iklim Jawa Barat dan Jawa Tengah. Kegiatan diawali dengan penyiapan data (spasial, tabular) yang diperoleh dari Puslitbangtanak maupun dari instansi terkait seperti BMG dan Bakosurtanal.

Parameter iklim adalah parameter yang menggambarkan kondisi iklim, seperti curah hujan, temperatur, kelembaban, kecepatan angin, evapotranspirasi, dan radiasi matahari. Kegiatan diawali dengan inventarisasi data seperti:
  1. Peta digital seluruh Indonesia lengkap dengan batas administrasi sampai level kecamatan. Peta digital ini dalam format LL (Latitude Longitude) dan untuk keperluan pengembangan sistem database sedang ditransfer ke format UTM.
  2. Data iklim/curah hujan manual yang berasal dari instansi terkait seperti Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG), Dinas Pertanian, Kimpraswil, Badan Litbang Pertanian, dan lain sebagainya.
  3. Data iklim/curah hujan digital yang berasal dari stasiun otomatis milik Puslitbangtanak terdiri atas 75 stasiun iklim dan 4 stasiun hujan.

Pengembangan sistim database dan informasi sumberdaya iklim pada prinsipnya memadukan berbagai jenis data seperti data spasial ataupun tabular. Semua data itu diklasifikasikan berdasarkan karakteristik objek atau berdasarkan bentuk penyajian, yaitu: (1) file poligon/satuan lahan (batas adminsitrasi), (2) file garis (sungai dan jalan), (3) file titik (lokasi staisun iklim), dan (4) file gambar ( legenda dan keterangan lainnya).

Keempat jenis file tersebut merupakan layer dengan tema yang berbeda dan dapat dioverlaykan seluruhnya atau beberapa layer saja sesuai kebutuhan. Setiap layer memiliki informasi yang terintegrasi dengan data tabular yang berupa angka (numeric data) seperti data iklim, nama provinsi dan lokasi stasiun.

Selanjutnya data yang sudah diklasifikasikan diproses dan ditampilkan dalam beberapa kemasan (display, printout, dan file textual). Struktur data yang dihasilkan dari bagian ini menjadi dasar dalam pengembangan analisis data iklim untuk menghasilkan informasi sumberdaya iklim yang lebih akurat, reliability, dan cepat.

Kesalahan pada salah satu bagian akan mengakibatkan kesalahan pada keluaran informasi yang diperlukan. Oleh karena itu sistim database ini harus baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya, agar Balitklimat sebagai satu-satunya institusi di Lingkup Badan Litbang Pertanian yang bertanggungjawab dengan database iklim pertanian mampu memberikan informasi iklim yang bukan saja dapat dipercaya kebenarannya tetapi juga mampu memberikan informasi secara rutin, terbaru dan kontinu. Untuk mengetahui informasi jumlah stasiun dibuat menu khusus seperti Gambar.

Sistim database iklim nasional (ganti Grafik Hujannya)

Penelitian selanjutnya akan difokuskan untuk analisis agroklimat dan hidrologi dengan menggunakan input dari sistem database:

  1. Estimasi evapotranspirasi.
  2. Perhitungan neraca air secara spasial berbagai jenis komoditas pertanian.
  3. Trend perubahan iklim antar tempat dan waktu.

prediksi curah hujan dengan menggunakan berbagai pendekatan seperti Kalman Filter. dan Box Jenkins. Zonasi parameter iklim. Link sumberdaya iklim dengan sumberdaya tanah ataupun informasi pertanian lainnya. serta analisis lain yang berkaitan dengan informasi sumberdaya iklim. Kehandalan sistem database sumberdaya iklim sangat tergantung pada aspek: ketersediaan data iklim maupun data spasial penunjang, sumberdaya manusia, dan perangkat lunak dan keras. Oleh karena itu disarankan pengembangan ketiga aspek ini harus mengikuti perkembangan dan kemajuan ilmu dan pengetahuan. serta kebutuhan Balitklimat di masa datang.

1 komentar:

NANA mengatakan...

ketiga aspek sistem iklim diatas sangat tepat untuk aplikasi penyajian dan penyampaian iklim di Indonesia


move on...
SIM Task finished.
Ratna Out...